Foto: Thamrin Mahesarani |
Pertengahan November lalu, tepatnya pada Rabu, 16 November
2016, LEO (Singkatan dari nama tiga
orang pendiri dan penggagasnya, yaitu Listy,
Eva, dan Otty) menyelenggarakan sebuah Diskusi
Ilmiah dan Dialog Interaktif yang mengangkat tema sangat menarik, yakni
mengenai Nikah Siri Ditinjau dari
Perspektif Hukum Pidana dan Undang Undang Perkawinan Indonesia. Acara yang
digelar di Hotel Atlet Century Senayan, Jakarta, itu menghadirkan pembicara: Dr.
Chairul Huda, SH., MH. – Pakar Hukum Pidana; Prof. Dr. Abdul Gani SH, MH – dari
Kamar Perdata Mahkamah Agung; H. Muhammad Baharun – Guru Besar Sosiologi Agama
dan Ketua Komisi Hukum MUI Pusat; dan Dr. Amirsyah Tambunan – Wakil Sekjen MUI.
Juga hadir Dr. Imron Anwari, SH., MH. – dari Mahkamah Agung, namun tidak tampil
menjadi nara sumber.
Listy. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Diskusi yang dijadualkan dimulai pada pukul 09 (pagi) itu,
terpaksa harus mundur sekitar setengah jam karena peserta banyak yang belum
hadir, padahal para pembicara dan moderator sudah siap di tempat sejak setengah
jam sebelum acara dimulai (bila sesuai jadual). Dampaknya, keseruan diskusi terpaksa
harus diakhiri karena beberapa orang pembicara ada jadual di tempat lain
selepas tengah hari, sehingga banyak peserta yang merasa belum terpenuhi rasa
ingin tahunya mengenai materi bahasan, karena dibatasinya jumlah penanya.
Nikah Siri Merupakan
Penyimpangan
Eva (pegang buku) bersama Ingrid Widjanarko. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Ditinjau dari sisi mana pun, baik hukum, agama, dan juga
sosial, pernikahan siri bisa disebut sebagai suatu perbuatan yang menyimpang. Sebab
sebuah pernikahan memiliki dampak keterkaitan dengan hukum, agama, dan sosial.
Keterkaitan dengan hukum, jelas dalam hal pencatatan dan administrasi negara yang
kaitannya pada masalah ikatan keluarga, yang berdampak pada urusan perwalian
dan warisan, dan seterusnya. Dengan agama, keterkaitannya jelas pada
keabsahannya secara agama sehingga apa pun yang menjadi hak dan kewajibannya
menjadi berlaku, termasuk dalam hal silsilah keturunan dan warisan. Sedangkan
kaitannya secara sosial, jelas pada ketetapan statusnya, yakni bahwa pasangan
suami istri adalah pasangan yang sah secara hukum dan agama, sehingga secara
sosial juga diterima sebagai pasangan yang sah.
Otty. Hari Chandra Ubayani /Foto: Thamrin Mahesarani |
Mengapa dianggap sebagai penyimpangan? Sebab pernikahan
siri, sebagaimana dimaksudkan dalam makna dari sebutannya, merupakan pernikahan
yang dirahasiakan – yang mengabaikan beberapa syarat-syarat penting dalam suatu
pernikahan – dan hanya mengikuti pada satu ketentuan prasyarat saja, yaitu
disahkan oleh tokoh agama yang dianggap punya wewenang untuk menikahkan. Jadi,
prasyarat yang dipenuhi biasanya hanya adanya calon pengantin dan pihak yang
akan menikahkan, dengan wali yang tak jarang hanya sekadarnya – bukan dari
pihak keluarga calon pengantin. Bahkan setelah pernikahan, seringkali tidak
ditindak-lanjuti dengan ‘memaklumatkan’nya kepada khalayak agar status
pernikahan mereka diketahui.
Dibuka dengan doa. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Akibat dari pernikahan siri itu, sudah pasti secara sosial
status mereka belum resmi – karena secara resmi masyarakat belum pernah
mendapat pemberitahuan bahwa mereka sudah menikah. Bahkan secara agama pun, tak
tertutup kemungkinan bahwa pernikahan itu juga tidak sah, yang disebabkan oleh
tiada terpenuhinya syarat-syarat utama dalam suatu pernikahan agama. Sedang
secara hukum, sudah pasti tidak sah, karena tidak adanya pencatatan sebagai
syarat administrasi di dalam hukum. Dengan demikian, jelaslah bahwa pernikahan
siri memang merupakan perbuatan yang menyimpang dari norma umum.
Selalu Ada Yang
Dirugikan Dalam Nikah Siri
Machicha Mochtar, berbagi pengalaman. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Dalam pernikahan, terutama apabila pernikahan itu cacat
hukum, umumnya yang dianggap dirugikan adalah pihak perempuan. Padahal kalau
ditelusur lebih jauh, sebenarnya tidak selalu pihak perempuan yang bisa
menanggung kerugian, tapi juga laki-laki dalam kondisi-kondisi tertentu, dan
bahkan juga anak-anak. Namun secara umum, dalam nikah siri, pasti ada pihak yang
menambang keuntungan dan ada pihak yang harus menerima kerugian.
Sandro Tobing, ikut membagi pengalaman. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Kerugian yang paling besar, biasanya dialami oleh anak-anak
dari hasil pernikahan siri itu. Sebab, secara status hukum mereka akan menjadi
anak ibu, maka otomatis haknya atas garis keturunan dari pihak ayah akan
hilang. Kalau secara agama, bagaimana? Tergantung pada keabsahannya. Bila pada
saat melakukan nikah siri syarat-syarat nikahnya terpenuhi, yaitu wali dan
saksi dari pihat keluarga (mempelai perempuan), maka status nikahnya sah. Namun
begitu, dalam kaitan hukum formal, tetap saja tidak sah. Karena tidak adanya pencatatan,
maka status pernikahannya juga tidak ada, dan anak-anak yang terlahir dari
perkawinan itu otomatis akan menjadi anak ibu di dalam akte kelahirannya, yang
berakibat pada hilangnya hak atas warisan dan silsilah keluarga dari pihak
ayah.
Dalam diskusi dan dialog interaktif ini, hadir juga beberapa
orang yang pernah melakukan nikah siri, dan telah mengalami akibat dari nikah
siri itu. Salah satunya ialah penyanyi dangdut yang pernah populer pada era
80-an. Dia menikah siri dengan seorang pejabat. Dan ketika suami sirinya itu
meninggal dunia, dia dibenturkan pada kenyataan bahwa dirinya – dan juga
anak-anak dari hasil pernikahan siri itu – tidak berhak atas apa pun dari
Almarhum. Karena suami sirinya itu mempunyai istri dan anak-anak dari
pernikahan yang sah – baik secara agama maupun hukum formal. Segala upaya
Machicha untuk memperoleh pengakuan dan hak, melalui jalur hukum, kandas. Sebab
secara hukum formal dia memang bukan istri yang sah.
Pasangan Nikah Siri
Bisa Dipidanakan
Bertanya lebih jauh mengenai warisan. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Dalam ranah hukum formal, apabila ada pihak yang dirugikan,
maka otomatis terbuka peluang untuk melakukan tuntutan kepada pihak yang
merugikan, termasuk tuntutan pidana. Dalam kaitan nikah siri, dimana unsur
hukum tercakup di dalamnya, maka tuntut-menuntut di antara berbagai pihak yang
terkait di dalamnya bisa saja terjadi dan dimungkinkan. Undang Undang
Perkawinan yang akan menentukan siapa yang benar dan siapa yang melanggar, yang
artinya akan ada sanksi atau hukuman bagi yang melanggar.
Dalam Undang Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, disebutkan bahwa syarat sah perkawinan ialah: Apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 2 ayat 1), serta Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 2 ayat 2). Sedangkan pada Pasal 3 ayat 1 ditegaskan bahwa: Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang
pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai
seorang suami.
Tentu saja Undang Undang
Perkawinan juga mengatur mengenai poligami. Dan soal poligami itu, ada
dicantumkan dalam Pasal 3 ayat 2, yaitu: Pengadilan
dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan. Namun untuk memperoleh
izin dari pengadilan, tentunya diharuskan memenuhi syarat-syarat yang juga
telah ditentukan dalam Undang Undang Perkawinan. Dan salah satu syarat yang seringkali
tak dipenuhi ialah seperti yang tercantum dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a: Ada persetujuan dari isteri/isteri-isteri.
Karena umumnya pernikahan siri dilakukan dengan bersembunyi atau merahasiakannya
dari istri terdahulu.
Mencari solusi untuk masalah yang dihadapi anaknya. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Nikah siri bisa dipidanakan apabila memenuhi unsur-unsur
seperti yang tercantum dalam KUHP Pasal
279 – Tentang perkawinan yang terhalang dengan perkawinan atau
perkawinan-perkawinan lain (bigami). Yakni, seperti dijelaskan nara sumber,
Dr. Chairul Huda, SH., MH. – Pakar Hukum Pidana, bahwa perkawinan itu terhalang
oleh perkawinan yang sebelumnya dimana dibutuhkan persetujuan dari
isteri/isteri-isterinya. Sehingga apabila terjadi tindakan menyembunyikan
adanya perkawinan terdahulu, maka pelaku bisa dijerat dengan Pasal 280 KUHP Tentang menyembunyikan
halangan perkawinan.
Jadi, jika tak ingin tercebur dalam banyak masalah, menghindari
nikah siri adalah sebaik-baik pilihan. Sebab masalah itu tak hanya akan menimpa
pelakunya, namun juga hasil dari pernikahan siri itu, yaitu anak-anak. Pada banyak
kasus, nikah siri akhirnya bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah tapi justru
menjadi sumber bencana yang lebih besar. Karena pernikahan bukanlah semata-mata
jadi solusi untuk hidup bersama antara dua insan, melainkan menyangkut banyak
hak dan kewajiban pada kedua pihak yang dipersatukan, baik secara hukum formal maupun
hukum agama atau pun hukum adat.
Masih Banyak yang
Penasaran
Para nara sumber. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Tema Nikah Siri ini ternyata sangat mengundang keingintahuan
mereka yang hadir. Karena ternyata, setelah dibedah dalam diskusi ini, semua
masalah yang selama ini tersembunyi di balik ‘kerahasiaan pernikahan’ ini
menjadi tersingkap dan membuat terperangah. Mereka yang pernah menjalani nikah
siri pun berusaha membagi pengalaman pedihnya. Namun sayangnya, kelambatan
memulai acara telah membuat beberapa pembicara tidak bisa tetap tinggal hingga
lewat tengah hari, sehingga rasa penasaran sebagian besar yang hadir menjadi
belum terpenuhi dengan maksimal.
Berfoto bersama di ujung acara. /Foto: Thamrin Mahesarani |
Tengah hari, diskusi ditutup karena ada pembicara yang harus
meninggalkan acara untuk menghadiri acara lain, di tempat lain. Beberapa yang
hadir, yang merasa perlu memperoleh tambahan masukan dari nara sumber, segera mendekati
nara sumber yang masih tinggal untuk memperoleh penjelasan lebih banyak lagi. Namun
mereka yang sudah merasa cukup dengan pengetahuan yang diperolehnya, keluar
dari ruang acara, untuk mengambil makan siang di lobby ruang acara.
Usai makan siang, para undangan berangsur-angsur
meninggalkan tempat acara. Sebagian besar mereka membawa pulang pengetahuan
baru mengenai nikah siri, yang ternyata tak hanya berpotensi menimbulkan
masalah hukum pidana, namun juga bisa menghancurkan hidup dan masa depan pelaku
serta keturunan mereka, karena ketidak-absahan pernikahan siri yang dijalani.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment